TUBAN Masjid An-nur Nuril Miftahussofyan di Dusun Gomang, Desa Lajulor, Kecamatan Singgahan, Tuban, memiliki masjid unik, yakni hanya memiliki satu tiang penyangga. Tiang dari kayu jati berdiameter 85 cm dan tinggi 27 meter tersebut berdiri tepat di tengah bangunan, menopang seluruh bangunan masjid.. Selain memiliki satu tiang penyangga, masjid yang dibangun tahun 1994 di kompleks
Tiangtiang di area Raudah tampak berbeda. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jika mengunjungi raudah di Masjid Nabawi, seseorang akan menemukan area yang berbeda. Karpet di sana berwarna hijau. Tak seperti karpet merah Masjid Nabi yang sudah diper luas beberapa kali lipat oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz as-Saud. Riwayatnya, raudah adalah jalur yang
CIANJUR AYOBANDUNG.COM-- Sebuah rak kayu berisi kitab suci Alquran selamat dari kebakaran sebuah Masjid Umar Bin Khattab di Kampung Cijeblok, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Rabu (7/4/2021) siang. Tentu saja, fenomena tersebut menjadi perbincangan santri dan juga warga sekitar, karena hampir semua barang di dalam masjid habis terbakar.
RakAlquran masjid kayu jati ornamen Arabic ala Timur Tengah model terbaru desain minimalis modern produksi furniture Jepara asli kami jual harga murah. Whatsapp. Ada yang ditanyakan? Klik untuk chat dengan customer support kami Aang online 6281214554550. Aang online. Halo, perkenalkan saya Aang.
Sepertidilansir Khmer Times pada Kamis (4/8/2022) Masjid Darul Ta'Zim adalah masjid terbesar kedua yang dibangun di Kamboja setelah Masjid Al Sarkal di Phnom Penh. Pada Senin (1/8/2022) Anggota Dewan Eksekutif negara bagian Johor, Tuan Mohamad Fared bin Mohamad Khalid mewakili Dewan Islam Johor menyerahkan kunci simbolis kepada manajemen masjid di Desa Cham Leu di distrik Koh Thom provinsi
InPicture: Masjid Seribu Tiang Atau Masjid Agung Al-Falah di Jambi Red: Mohamad Amin Madani Rabu 21 Apr 2021 14:15 WIB. 4 Foto. Umat Islam membaca Al Quran di dalam Masjid Agung Al-Falah atau Masjid Seribu Tiang, Jambi, Rabu (21/4/2021). Masjid yang diresmikan pemakaiannya pada 1980 oleh mantan Presiden Soeharto tersebut dibangun tanpa dinding
Berikutini adalah beberapa nama-nama tiang (usthuwaanah) yang berada di dalam Raudhah Masjid Nabawi - Madinah: Al-Usthuwaanah al-Mukhalqah. Al-Usthuwaanah al-Qur'ah atau Usthuwaanah Aisyah. Usthuwaanah At-Taubah/Usthuwaanah Abu Lubabah. Usthuwaanah As-Sarir. Usthuwaanah Al-Haras. Usthuwaanah al-Wufud.
KumpulanBerita terbaru dan terhangat tentang rak-alquran-masjidil-haram hanya di republika.co.id
ZOAo91v. Oleh Zaky Al Hamzah, Madinah, Arab Saudi MADINAH - Seusai mengunjungi Jabal Magnet, saya dan rekan Media Center Haji MCH Jeddah menjalani Shalat Dhuhur di Masjid Qiblatain. Masjid ini merupakan salah satu tempat ziarah di Kota Madinah bagi jamaah haji maupun umrah dari seluruh dunia. Dalam sejarah, Masjid Qiblatain ini adalah masjid pertama yang didirikan oleh Rasullulah Muhammad SAW sewaktu mampir di Quba dalam perjalanan beliau Hijrah ke Madinah. Lokasi Masjid Qiblatain berada di Jalan Khalid bin Al Walid, barat laut Kota Madinah. Letaknya di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja menuju ke jurusan Wadi Aqiq. Masjid ini ada di atas bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah, sekitar tujuh kilometer dari Masjib dalam masjid ini ada mihrab yang mengarah Masjidil Haram, yang kini menjadi arah kiblat kaum muslimin. Orang yang datang ziarah ke masjid itu pun melaksanakan shalat wajib atau sunnah ke arah Masjidil Haram. Sedangkan mihrab berwarna putih yang tertempel di atas pintu utama masjid tersebut hanya sebagai sejarah yang menandakan bahwa pada zaman dahulu, Rasulullah Muhammad SAW pernah shalat ke arah Masjidil Aqsha, Palestina. Masjid Qiblatain ini menjadi salah satu dari tiga ikon masjid di Kota Madinah yang menjadi lokasi ziarah para jamaah haji maupun umrah. Dua masjid bersejarah lain adalah Masjid Nabawi dan Masjid interior di dalam masjid ini sungguh luar biasa. Menakjubkan. Terdapat rak Alquran warna putih nan apik dan menempel dinding utama dan dinding tiang bangunan masjid. Tumpukan Alquran pun tertata rapi. Karpet merah terhampar di semua ruangan, rasanya empuk dan nyaman saat kami shalat, terutama bersujud. Saya menjalani empat rakaat Shalat Dhuhur dengan perasaan tenang, hati berasa damai. Bisa karena khusyuk, bisa pula karena 'aura' dari doa dan tawassul karena masjid ini pernah digunakan Rasulullah Muhammad SAW saat Shalat Dhuhur, waktu bersamaan ketika saya beribadah di masjid tersebut. Meski tak dipasangi AC ukuran besar dan hanya kipas angin di setiap sudut, namun suhu ruangan di dalam masjid sangat sejuk. Meski di luar masjid saat itu terasa panas. Untuk pencahayaan, interior masjid ini diterangi oleh tiga lampu hias besar namun indah. Lampu-lampu itu menggantung menerangi ruangan utama masjid. Pada hiasan tersebut tersembul lampu neon berjumlah 36 buah. Ada tiga lampu hias seperti ini, yang satu memiliki lampu neon 24 buah, dan dua unit lain memiliki 36 lampu neon. Di samping kiri dan kanan lampu hias tersebut masih ada lampu yang ikut menerangi ruangan masjid tersebut. Saat saya dan rekan MCH menjalani Shalat Dhuhur, lampu-lampu tersebut tetap terang, apalagi saat malam hari. Menilik sejarahnya, masjid tersebut awalnya bernama Masjid Bani Salamah karena dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Pada suatu hari, Rasulullah Muhammad SAW melakukan ta'ziyah di rumah Ny Ummi Basyar di Kampung Salamah. Kehadiran Rasulullah Muhammad SAW sangat menyenangkan hati perempuan itu yang baru saja memakamkan salah satu putrinya. Sehingga mendorong Ny Ummi Basyar memasak makanan khusus dengan menyembelih seekor kambing dan mengundang Rasulullah Muhammad SAW makan di rumah tersebut. Ketika memasuki waktu Shalat Dhuhur, Rasulullah Muhammad SAW melaksanakan shalat di Masjid Bani Salamah. Ketika itu, Rasulullah Muhammad SAW melakukan Shalat Dhuhur dengan menghadap ke arah Masjidil kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Makkah. Seperti yang tercantum dalam Alquran surah Ali Imran ayat 96; “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” Kemudian, ketika Rasulullah Muhammad SAW berada di Kota Madinah, kiblat selanjutnya ditetapkan di Al Quds atau Masjidil Aqsha di Palestina dengan mengarah ke utara. Saat penentuan kiblat di Al Quds ini, umat Islam sama dengan umat dari kaum lainnya, yaitu Nasrani dan Yahudi memusatkan ibadah di Palestina.
Teks Jawaban Memakmurkan masjid, membangun, mengagungkan dan memeliharanya termasuk ibadah yang agung dan pendekatan yang mulia di sisi Allah. Namun, bukan merupakan memakmurkan masjid yang diharapkan dengan menulis ayat, hadits, doa-doa di dinding. Karena maksud tulisan adalah hiasan untuk pamer, yang mengganggu orang-orang shalat dalam shalatnya. Menjadikan masjid seperti museum, tempat-tempat rekreasi. Sebagaimana yang terjadi –amat disayangkan sekali- di kebanyakan negara. Hal ini bukan sebagai kebanggaan umat Islam. Akan tetapi prilaku dia menunjukkan kecenderungan kepada dunia, dan ingin mengungguli bangunan orang kafir, atau memamerkan pemerintah lain. Sesungguhnya memakmurkan masjid menurut kami adalah mendirikan shalat, beri’tikaf, mengajar dan zikir kepada Allah. Bukan dengan menghiasi berbagai macam bebatuan, tidak juga dengan berbagai macam warna cat, tidak juga berbagai ornamen bentuk tulisan ayat, dan ditulis di dalamnya hadits dan doa-doa. Kedua Menggantungkan ayat-ayat Qur’an di dinding rumah atau masjid adalah bid’ah makruh. Imam Malik rahimahullah ditanya tentang masjid, apakah dimakruhkan menulis di kiblat dinding dengan cat seperti ayat kursi, qul huwallahu ahad, Al-Mu’awizataini Al-falaq dan An-Nass atau yang semisalnya. Beliau mengatakan, saya memakruhkan untuk menulis sesuatu dari Al-Qu’ran dan membuat dekorasi ornamen di kiblat masjid, dan beliau menambahkan dengan berkata bahwa hal itu mengganggu orang shalat. Begitu juga hendaklah menyingkirkan apa yang mereka perbuat dengan dengan menempelkan tiang ke dinding kiblat, apa yang ditulis di dinding dan tiang. Begitu juga hendaknya menyingkirkan sobekan kiswah kain penutup Ka’bah yang ditempelkan di mihrab dan lainnya. Karena kesemuanya itu termasuk bid’ah dan belum pernah dilakukan orang sebelumnya. Al-Madkhol , Ibnu Muflih, 2/215 Karena Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Ta’ala bukan sebagai hiasan di dinding. Imam Nawawi rahimahullah berkata “Tidak diperkenankan menulis Al-Qur’an dengan sesuatu yang najis. Dan dimakruhkan menulisnya di dinding menurut madzhab kami.” At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal. 110 Ibnu Hamam Al-Hanafi juga berkata “Dimakruhkan menulis Qur’an dan Nama-nama Allah Ta'ala di dirham mata uang, mihrab tempat imam, di dinding dan apa yang dihamparkan.”Fathul Qadir, 1/310, ditegaskan juga oleh As-Safarini Al-Hanbali dalam kitab Ghiza'ul-Albab, 2/211 Syekh Ibnu Al-Utsaimin rahimahullah ditanya “Apa huku menulis ayat dan hadits di dinding masjid?' Beliau menjawab “Ini mengganggu orang, sementara tulisan ayat baik di dinding masjid atau lainnya, adalah bagian dari bid’ah. Tidak ada contoh dari shahabat bahwa mereka mengukir dinding masjid dengan ayat. Disamping mengukir ayat di dinding, dapat menjadi semacam penghinaan terhadap Kalamullah. Oleh karena itu mereka menulias ayat bagaikan di istana atau tempat azan atau masjid atau semisal itu, mengukir tulisan bagaikan di istana. Tidak diragukan lagi ini termasuk menyia-nyiakan terhadap kitab Allah Azza Wa jalla. Kemudian kalau kita terima ditulis dengan tulisan arab yang difahami, maka hal itu bukan termasuk petunjuk ulama’ salaf. Apa faedahnya dari tulisan di dinding? Sebagian orang mengatakan, sebagai pengingat untuk orang-orang. Maka kami katakan, mengingatkan dengan ucapan bukan dengan tulisan ayat. Kemudian terkadang ditulis di dinding وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضاً الحجرات/ 12 “Dan janganlah sebagian kamu mengguncing sebagian lainnya.” SQ. Al-Hujurat 12. Engkau jumpai yang dibawahnya mengguncing orang. Maka bagaikan menghina terhadap ayat-ayat Allah. Jadi tulisan ayat di masjid dan di dinding rumah semuanya adalah bid’ah yang belum dikenal waktu zaman salaf. Sedangkan tulisan hadits, kalau di kiblat masjid, maka tidak diragukan lagi itu pasti mengganggu, karena dapat menyebabkan sebagian makmum melirik tulisan itu dalam shalat. Para ulama rahimahumullah memakruhkan seseorang menulis sesuatu di kiblat masjid. Sementara kalau di rumah, tidak mengapa menulis hadits jika ada faedahnya. Seperti tulisan doa penutup majelis, سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إَِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكً وًأًتٌوبٌ إِِلَيهِ Karena hal itu dapat menjadi pengingat. Liqa Bab Al-Maftuh, 197/ soal no. 8 Syekh Shaleh AL-Fauzan hafizahullah ditanya “Apa hukum menggantungkan ayat Al-Qur’an di dinding?” Beliau menjawab “Seharusnya, menghormati Al-Qur’an Al-Karim adalah dengan membaca, mentadaburi dan mengamalkannya. Adapun kalau digantung/ditempel di dinding merupakan kesia-siaan, dapat berakibat melecehkannya. Teriadang dinding dihias dengan berbagai dekorasi, gambar dan tulisa, lalu Al-Qur’an dijadikan bagian dari itu. Terkadang ditulis dengan cara diukir, maksudnya hanya sebagai pemandangan semata. Prinsipnya Al-Qur’an harus dijaga dari perkara yang sia-sia ini. Dahulu para salaf tidak pernah melakukan hal ini. Al-Qur’an diturunkan bukan untuk ditulis di dinding. Akan tetapi diturunkan untuk ditulis dalam hati dan terlihat dampaknya pada prilaku dan sikap sehari-hari. Al-Muntaqa Min Fatawa Syekh AL-Fauzan, 2/77 Silakan lihat perincian yang bermanfaat dalam soal jawab no. 254 dan Ketiga Adapun tulisan hadits dan doa di dinding masjid, yang lebih selamat adalah meninggalkannya. Karena tujuannya tiada lain –umumnya- hanya untuk hiasan. Tapi kalau tujuannya ingin memberikan manfaat kepada oranga agar dapat menghafal dan mengingat lafaz-lafaznya, maka hal itu dibolehkan, jika memenuhi syarat-syarat berikut ini 1. Jangan menuliskan hadits dan doa-doa di dinding secara langsung, karena tulisan seperti itu tidak dapat dihilangkan dan tidak dapat dimanfaatkan serta dipindah dari tempatnya kalau orang-orang yang shalat telah menghafalnya. Akan tetapi, hendaknya ditulis di kertas dinding yang mudah ditempel dan dicopot. Tulisan diutamakan berisi pengetahuan yang dibutuhkan umat Islam sesuai dengan musim-musim tertentu. 2. Tidak diletakkan di arah kiblat shalat agar tidak mengganggu jamaah shalat. 3. Tidak menggunakan hiasan dalam menulis yang dapat menghilangkan keagungan hadits dan doa. 4. Menjauhi tulisan yang tidak dapat dibaca, atau menjadikan seperti bentuk burung atau orang sujud dan semisalnya 5. Rutin menggantinya sesuai dengan kebutuhan orang, untuk menghilangkan kebodohan atau mengingatkan keutamaan atau menguatkan hafalan. Keempat Adapun hiasan di dinding masjid, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Pendapat yang kuat adalah melarangnya. Terutama apabila hiasan tersebut diambil dari dana wakaf atau dapat melalaikan dan mengganggu orang yang shalat, atau mengeluarkan dana besar untuk membuat seperti itu. Dari Anas radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ رواه أبو داود، رقم 449 ، والنسائي، رقم 689، وابن ماجه، رقم 739 وصححه الألباني في صحيح أبي داود “Tidak akan terjadi hari kiamat, sampai orang-orang saling membanggakan masjidnya.” HR. Abu Daud, no. 449, Nasa’i, no. 689, Ibn Majah, no. 739 di shahihkan oleh Al-Al-bany dalam Shahih Abu Daud Dan diriwayatkan oleh Bukhari, 1/171 dari Anas bin Malik radhiallahu anhu " يَتَبَاهَوْنَ بِهَا ، ثُمَّ لاَ يَعْمُرُونَهَا إِلاَّ قَلِيلاً والأثر وصله ابن أبي شيبة في المصنف ، 1 / 309 ، وفيه رجل مجهول “Mereka saling membanggakannya, kemudian tidak ada yang memakmurkan melainkan sedikit.” Atsar ini disambungkan sampai kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf, 1/309. Di dalamnya ada perawi yang tidak dikenal Badruddin Al-Aini rahimahullah berkomentar ”Ungkapan 'Yatabahaun' dengan baris fathah huruf ha’ berasal dari kata Al-Mubahah’ yaitu Al-Mufakharah’, artinya adalah mereka memperelok dan menghiasi mesjid kemudian mereka duduk, lewat dan saling membanggakan dan tidak disibukkan dengan zikir, bacaan AL-Qur’an dan shalat. Ungkapan Biha’ yakni Bil masajid dengan masjid-masjid’, konteknya menunjukkan seperti itu." Umdatul Qari, 4/205 Diriwayatkan oleh Bukhari, 1/171 dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma ungkapan Sungguh mereka akan menghiasanya sebagaimana orang Yahudi dan Nashrani menghiasinya.’ Atsar ini disambungkan sampai ke Nabi sallallahu’alihi wa sallam oleh Ibn Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushonnaf, 1/309 dan juga ulama lain. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab Tahqiq Islah Al-Masajid Minal Bida’i Wal Awaid, karangan Jamaluddin Al-Qasyimi, 94, dan dalam Shahih Abu Daud yang lengkap, 2/347. Al-Baghawi rahimahullah berkata “Ungkapan Ibnu Abbas Sungguh mereka akan menghiasnya sebagaimana orang Yahudi dan Nashrani menghiasnya.’ Maknanya bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani mulai meghiasi masjid setelah mereka merubah ajaran agamanya, dan kalian kondisinya akan menjadi seperti mereka. Kalain akan saling pamer masjid, saling membanggakan dengan keelokan dan hiasannya." Syarh As-Sunnah, 2/350 Dalam Al-Mausu’ah AL-Fiqhiyyah, 11/275 dinyatakan “Diharamkan menghias dan memahat masjid atau mendekorasinya dengan dana wakaf menurut madzhab Hanafiyah dan hanbaliyah. Ulama kalangan Hanbali dengan tegas mewajibkan mengganti dana wakaf yang dipakai untuk itu, karena hal itu tidak ada kemaslahatan di dalamnya. Sedangkan dari kalangan ulama Syafi’iyyah, yang tampak dari perkataan mereka adalah melarang menggunakan dana wakaf untuk itu. Jika ada orang yang mewakafkan untuk keduanya –memahat dan mendekorasi masjid- maka wakafnya tidak sah menurut pendapat terkuat di kalangan mereka. Adapun kalau memahat dan mendekorasi dari dana orang yang memahat, maka itu dimakruhkan –dengan sepakat- secara mutlak jika menyebabkan orang shalat menjadi lalai, misalnya jika terletak di mihrab dan di dinding kiblat.” Para Ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya, tentang proyek untuk membangun hiasan masjid. Mereka menjawab “Pekerjaan ini tidak dianjurkan, berdasarkan hadits shahih yang melarang menghiasi masjid. Dan karena hal itu menganggu orang shalat dalam shalatnya dengan memandang dan termenung dengan hiasan dan pahatan itu. Syekh Abdul Aziz Ali Syekh, Syekh Abdullah Gadyan, Syekh Sholeh AL-Fauzan Syekh Bakr Abu Zaid Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid kedua, 5/191 Masalah tulisan ayat dan hiasan masjid telah dikumpulkan dalam satu fatwa dalam Fatawa Al-Lajnah d-Daimah, dengan mengatakan “Tidak diperkenankan menghiasi masjid, dan tidak juga menulis ayat Qur’an di dindingnya. Karena hal itu mengarah kepada penistaan Al-Qur’an, juga mengarah kepada hiasan masjid yang terlarang, serta mengganggu orang shalat dari shalatnya dengan melihat tulisan dan pahatan itu." Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdul Aziz Ali Syekh, Syekh Abdullah Gudyan, Syekh Sholeh Al-Fauzan, Syekh Bakr Abu Zaid Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid kedua, 5/190 Wallallahu’alam .
Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk MasjidRak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk Masjid dari bahan kayu jati desain minimalis kali ini dibuat khusus untuk masjid dengan ukuran yang menyesuaikan space ruangan. Lemari kitab ini cukup serbaguna dan dapat digunakan untuk menyimpan banyak barang untuk keperluan alat sholat. Bahan baku lemari tersebut terbuat dari jenis kayu jati emas Sulawesi yang lebih bagus dan lebih kokoh dari pada kayu jati kualitas biasa. Sedangkan penempatan pada lemari kaca tersebut dapat diletakkan di bagian depan pengimaman, sisi samping maupun Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk MasjidModel Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk Masjid dibuat dengan konsep minimalis sederhana dengan variasi sedikit ukiran di bagian atas pintu kaca. Rak lemari mukena ini kami buat dengan ukuran sesuai permintaan customer kami sebelumnya dengan sistem bukaan pintu kupu tarung berjumlah 8 pintu. Anda juga dapat memesan dengan custom ukuran, desain lain dan warna finishing sesuai keinginan maupun menyesuaikan furniture masjid yang sudah ada agar lebih serasi dan indah. Berikut contoh gambar foto rak lemari mukena kayu jati produksi mebel Jepara kami beserta deskripsi singkat produk rak lemari alquran dan mukena untuk masjid1. Kategori barang Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk Masjid2. Bahan baku Kayu jati emas Sulawesi3. Ukuran lemari P = 325 cm, L = 40 cm dan T = 70 cm4. Warna finishing Natural variasi emas melamine gloss5. Kondisi barang PRE-ORDER6. Lama proses produksi lemari membutuhkan waktu minimal 2 minggu tergantung total ukuran7. Anda juga bisa memesan dengan perubahan bentuk desain, ukuran dan warna finishing8. Harga jual Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk Masjid = Chat WhatsappPilihan model lemari Al-Qur’an yang lain Lemari Masjid Kayu Jati Pintu KacaHarga Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk MasjidHarga Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk Masjid kami tentukan dari tingkatan kualitas bahan baku kayu jati yang menjadi faktor utama dalam segi keawetan dan kekokohan produk. Begitu juga dengan ukuran serta bentuk desain lemari yang dapat mempengaruhi banyaknya bahan serta lama dan tingkat kesulitan dalam pembuatannya. Untuk informasi dan pemesanan silahkan hubungi CS Furniture Masjid kami melalui Whatsapp dengan mengirim balik contoh gambar foto Rak Lemari Al-Qur’an dan Mukena untuk MasjidTags lemari alquran, lemari alquran kayu jati, lemari mukena kayu jati, lemari mukena masjid, lemari mukena pintu kaca, rak alquran, rak alquran kayu jati, rak lemari alquran